1999-2002 TARUNA AKIP, 2002-2007, PEMBINA AKIP, 2007-2010, STAF HUMAS DITJENPAS, 2010-2011 KASUBSI KEAMANAN LAPAS SALEMBA, 2011-2013 KA.KPLP LAPAS BOALEMO, 2013-2014 KASI BINAPIGIATJA LAPAS BOALEMO, 2014-2015 KASI BINADIK LAPAS GORONTALO, 2015-SKR KALAPAS POHUWATO

Kamis, 19 Maret 2009

Pelantikan Karutan Rangkas Bitung






Pelatikan M.Akbar Hadi Prabowo Sebagai Ka. Rutan Rangkas Bitung 12 Maret 2009

PENANDATANGANAN MOU SEARCH FOR COMMON GROUND DARI NEGARA INGGRIS 11 MARET 2009





Direktur Jenderal Pemasyarakatan Untung Sugiyono saat penandatanganan MoU SEARCH FOR COMMON GROUND DARI NEGARA INGGRIS 11 MARET 2009

Selasa, 10 Maret 2009

Partai Dilarang Kampanye di Penjara

Selasa, 10 Maret 2009 | 16:14 WIB


TEMPO Interaktif, Tangerang: Kepala Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Untung Sugiono, melarang partai politik berkampanye di dalam lembaga pemasyarakatan. Sebab jika itu terjadi ada kekhawatiran menimbulkan disharmonisasi antarpenghuni.

Kendati melarang kegiatan kampanye, Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan memperkenankan Komisi Pemilihan Umum untuk mensosialisasikan pelaksanaan teknis pemilihan umum di dalam lembaga pemasyarakatan.

"Informasi terbaru tentang perkembangan politik bisa diakses melaui media massa seperti televisi atau koran. Mereka berhak memilih parpol dan calon pemimpin yang disukai," kata Untung usai meresmikan Griya Kreasi Andikpas (anak didik lapas), di Lapas Anak Pria Tangerang, Banten, Selasa (10/3).

Di sisi lain, Untung mengatakan terkait dengan tempat pemungutan suara (TPS) khusus di lembaga pemasyarakatan, pihaknya masih membahasnya dengan Komisi Pemilihan Umum Pusat.

"Untuk lapas yang berpenghuni banyak, kami menyarankan dibuatkan TPS khusus agar proses pemilihan berjalan lancar, efektif dan efesien," ujar Untung.

Secara terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang Imron Khamami mengatakan pihaknya sudah menjadwalkan sosialisasi kepada penghuni lembaga pemasyarakatan.

AYU CIPTA tempo interaktif

Kegiatan Direktorat Binsustik di Hotel Golden (03/03/09)



Peresmian Griya Kreasi Lapas Anak Tangerang (10/03/09)





TANGERANG- Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Tangerang kini memiliki sarana dan prasarana untuk menyalurkan bakat dan keterampilan anak didik lapasnya (Andikpas). Sarana dan prasarana tersebut tertuang dalam bentuk Griya Kreasi Andikpas yang merupakan bentuk pembinaan kegiatan diluar lapas.

Griya Kreasi Andikpas dibangun diluar lapas anak Tangerang dengan luas tanah 440 m2 dan menelan biaya Rp 87.000.137. Lahan seluas 440 m2 tersebut terdiri dari bangunan induk semi permanen seluas 20x22 m2 untuk sarana latihan anak didik.

Sarana pendidikan yang dicanangkan dalam Griya Kreasi Andikas ini berupa pendidikan menjahit, barbershop,pijat refleksi, servis motor,steam motor dan pengelasan.

Kalapas Anak Tangerang Haru Tamtomo mengatakan jika andikpas memiliki hak pendidikan dan pembinaan melalui pendidikan layanan khusus. Dan andikpas memerlukan sarana lain utk mempraktekkan secara langsung keahliannya untuk bisa bersaing dengan masyarakat luar jika mereka bebas nanti.

"Griya kreasi andikpas ini diharapkan untuk menjadi rumah yang nyaman untuk tujuan membentuk personal dan impersonal andikpas sebagai media aplikatif,"kata Haru Tamtomo dalam kata sambutannya, Selasa
(10/3).

Dirjen Pemasyarakatan Dephumham Untung Sugiono berkesempatan meresmikan Griya Kreasi Andikpas.Dalam kesempatan tersebut, Untung Sugiono mengatakan jika griya kreasi andikpas sebagai sarana menawarkan hasil karya andikpas.

"Sudah saatnya menghilangkan stigma negatif lapas selama ini. Dengan dibukanya Griya Kreasi Andikpas Tangerang ini akan memguka mata hati kita dan mengingatkan bahwa tembok lapas pun tidak berhak merampas hak asasi mereka. Teralis tak membuat semangat kreasi mereka padam,"kata Untung Sugiyono.(gendon/tangerang online)

Pelatihan Peningkatan Latihan Kerja dan Produksi



Senin, 09 Maret 2009

PERANG MELAWAN SCABIES DI RUTAN PONDOK BAMBU

Dalam kunjungan ke Rutan Pondok Bambu pada sekitar akhir bulan Agustus 2008, ICRC (International Committee of the Red Cross) Divisi Water Habitat, Corado Genereli dan Wirakhman Sumantri dengan didampingi pejabat dari Direktorat Perawatan Ditjen Pemasyarakatan yang dipimpin oleh Kasubdit Pengawas Kesehatan dan makanan (Waskesman), Sri Dwiarti, mendapatkan temuan, sekitar 30%-40% dari penghuni/tahanan (700 anak laki-laki) mempunyai masalah penyakit kulit. Setelah evaluasi medis, dilakukan diagnosa, scabies sebagai penyebab utama dari masalah tersebut.
Ditemukan juga adanya sejumlah besar kasus infeksi berat, menunjukkan infeksi sangat parah dan/atau eksim. Kondisi air dan sanitasi yang kurang baik di Rutan Pondok Bambu, dituduh sebagai penyebab utama penyakit tersebut, terutama di Blok anak laki-laki. Kondisi septic tank yang terbuka membuat tercemarnya sumber air bor didalam Rutan. Hal ini mengakibatkan jumlah penderita scabies besar. Sekitar 20%-30% dari penderita scabies sudah sampai ke taraf infeksi sekunder (eksim).
Scabies (rabi) disebabkan oleh kutu sarcoptes scabei yang hidup didalam kulit, memakan sebagian kulit dan bertelur dibawah kulit sehingga penderita scabies merasakan sangat gatal terutama pada malam hari pada seluruh tubuh terutama pada bagian kemaluan, pantat, lutut, kaki, sela jari, ketiak dan garis pinggang. Kalau digaruk bisa menimbulkan luka yang sering terinfeksi oleh bakteri. Pada badan manusia, seekor tungau dewasa dapat hidup sampai satu bulan. Di luar tubuh manusia, tungau tidak bisa hidup selama lebih dari 48-72 jam. Skabies menyebar cepat terutama dari orang ke orang pada kondisi berdesak-desakan, dimana sering bersentuhan. Scabies juga ditularkan melalui pemakaian bersama baju, handuk, alat tidur, sarung, dsb.
Menurut Kasubdit Waskesman, Sri Dwiarti apabila keadaan ini tidak segera ditangani, maka infeksi sekunder bisa berakibat lebih parah lagi dan merusak organ jantung dan ginjal. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor pencetus antara lain kepadatan hunian yang tinggi, hygiene personal yang kurang karena sulitnya akses sabun mandi dan deterjen, akses air bersih yang kurang, terbatasnya akses udara terbuka serta kurangnya pengetahuan penghuni dan staf Rutan tentang penyakit tersebut.
Dengan mempertimbangkan situasi diatas, ICRC bermaksud membantu mengurangi permasalahan yang ada di Rutan Pondok Bambu dengan melakukan pengobatan terhadap penghuni yang menderita penyakit kulit (scabies) dan hal ini disambut baik oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan dengan membuat nota kesepahaman (MOU) tentang Kampanye Pengobatan Scabies di Rutan Pondok Bambu.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama nota kesepahaman itupun segera diwujudkan. Tidak tangung-tanggung, sekitar 60 orang Taruna/Taruni AKIP angkatan 41 diterjunkan turut berperan membantu pengobatan masal tersebut, hingga seluruh petugas Rutan Pondok Bambu-pun bersemangat memberikan pengobatan. Seluruh penghuni di blok laki-laki atau tahanan anak laki-laki harus mengikuti kegiatan ini untuk mencegah penularan kembali setelah pengobatan dilakukan. Kegiatan pengobatan masal Scabies ini dilaksanakan dari tanggal 15 s/d 28 September 2008. Secara umum kegiatan ini melewati beberapa tahap yaitu :
1. Tahap Persiapan (tanggal 15 s/d 21 September 2008):
a. Sesi edukasi dan informasi bagi seluruh tahanan anak laki-laki dan staf Rutan;
b. Membuat instalasi sistem air sementara untuk mandi dan pembersihan lingkungan sekitar;
c. Setelah melakukan registrasi, para tahanan wajib menggunting kuku;
d. Pemeriksaan medis untuk seluruh Tahanan (pra-pengobatan) untuk infeksi sekunder dan eksim, dan pemisahan kasus Scabies yang lebih kompleks;
e. Distribusi pakaian cadangan dan bahan-bahan hygiene.
2. Tahap Pelaksanaan (tanggal 22 s/d 28 September 2008):
a. Pembersihan perlengkapan tidur dan pakaian: sprei, sarung bantal dan selimut Tahanan harus dikeluarkan dari kamar tahanan untuk disterilisasi memakai ketel uap buatan lokal.
b. Pembersihan dengan desinfektan: Pakaian tahanan dimasukkan kedalam kantong plastik yang berisi bubuk Pertethrin 0,5 %, kemudian kantong plastik digoyang-goyang agar pakaian di dalamnya tercampur bubuk permethrin secara merata.
c. Setelah itu tiap tahanan diberikan hygiene kit yang berisi shampoo, sabun mandi, handuk.
d. Tahanan masuk ke ruang shower untuk mandi dan mengeringkan badan dengan handuk yang sudah diberikan.
e. Tiap tahanan saling berpasangan mengolesi krim permethrin 5 % secara merata ke seluruh tubuh.
f. Pengobatan masal skabies: Tiap tahanan yang sudah diolesi krim permethrin diminta menjaga agar badannya tidak terkena air selama 24 jam, agar krim permethrin maksimal hasilnya.
g. Pengobatan tahanan dengan infeksi sekunder dan eksim: tahanan yang terkena infeksi sekunder akan diidentifikasi dan ditempatkan di lokasi terpisah agar diberikan pengobatan luka dan medis terkait (larutan chlorhexidine, gentian violet, dan cloxacillin)
h. Sementara semua tahanan diluar kamar untuk melakukan pengobatan, kamar tahanan dicuci bersih dan dipel dengan menggunakan antiseptik. Setelah kamar kering, baru tiap tahanan masuk ke kamar masing-masing.
Dengan upaya pengobatan masal yang telah dilakukan di Rutan Pondok Bambu ini, mudah-mudahan tidak ada lagi penghuni Rutan Pondok Bambu yang mengidap penyakit kulit (scabies). Amiin, Semoga.

Permasalahan dan Rencana Aksi Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

A. PENGADAAN PEGAWAI
1. Perencanaan Kebutuhan Pegawai
Permasalahan :
Data formasi pegawai pemasyarakatan yang telah diusulkan kepada sekretaris Jenderal pada umumnya selalu berubah dan tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi pemasyarakatan. Kondisi ini berimbas pada pemenuhan jumlah dan mutu sumber daya manusia dalam organisasi pemasyarakatan secara keseluruhan.
Rencana Aksi :
Membentuk tim untuk menyusun standar analisis jabatan dan analisis kebutuhan di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Standar analisis yang disusun disampaikan kepada Sekjen Departemen agar digunakan sebagai dasar penyusunan formasi

2. Kebutuhan Persyaratan Khusus Dalam Rekruitmen Pegawai Pemasyarakatan
Permasalahan :
Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan HAM kurang memperhatikan karakteristik khusus yang harus dipenuhi dalam merekrut pegawai untuk memenuhi kebutuhan bagi pegawai pemasyarakatan. Karakteristik khusus tersebut berkenaan dengan fungsi yang diemban oleh petugas pemasyarakatan di setiap unit-unit pelaksana teknis.
Rencana Aksi :
a. Membentuk tim untuk merumuskan persyaratan khusus bagi petugas pemasyarakatan yang akan digunakan dalam proses pengadaan pegawai
b. Hasil rumusan tim disampaikan dan dikonsultasikan kepada Sekretariat Jenderal agar dapat digunakan pada setiap pengadaan pegawai bagi petugas pemasyarakatan.

B. PEMBINAAN KARIER
1. Pola Karier Petugas Pemasyarakatan
Permasalahan :
Sistem pembinaan karier yang dikelola oleh Sekretariat Jenderal Departemen dianggap kurang transparan, kurang obyektif, dan kurang akuntabel sehingga pada akhirnya melahirkan keadaan bahwa petugas pemasyarakatan tidak percaya lagi dengan sistem pembinaan karier yang ada.
Rencana Aksi :
a. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengoptimalkan peran pengawasan structural dan fungsional dengan aktif memberikan temuan-temuan penyimpangan dalam proses pengendalian kepangkatan
b. Membentuk pokja untuk menyusun instrument Penilaian Kinerja petugas Pemasyarakatan. Instrumen Penilaian Kinerja petugas pemasyarakatan diberlakukan dengan Surat Keputusan Menteri

2. Jabatan Fungsional Penegak Hukum Bagi Petugas Pemasyarakatan
Permasalahan:
Pasal 8 ayat (1) UU no 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dikatakan bahwa Petugas Pemasyarakatan merupakan pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan tugas pembinaan, pengamanan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan.
Pemberian label pejabat fungsional penegak hukum kepada petugas pemasyarakatan adalah suatu langkah positif yang berorientasi kepada efektifitas pelaksanaan petugas pemasyarakatan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Permasalahannya, jabatan fungsional penegak hukum tersebut hanya sebatas pengaturan tetapi tidak diimplementasikan secara serius oleh Departemen Hukum dan HAM.
Rencana Aksi :
a. Membentuk pokja untuk melakukan studi tentang jabatan fungsional petugas pemasyarakatan
b. Fokus studi meliputi ketentuan mengenai analisis jabatan dan deskripsi jabatan, angka kredit, standar jenjang jabatan dan besaran tunjangan.
c. Hasil studi disampaikan kepada Menteri dan menjadi bagian dari agenda reformasi birokrasi di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

C. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Penyelenggaraan Diklat Bagi Petugas Pemasyarakatan
Permasalahan :
Salah satu faktor penyebab tidak efisiennya penyelenggaraan diklat disebabkan struktur organisasi BPSDM dilakukan dengan pendekatan sistem fungsi yang terbagi atas pusat pengembangan kepemimpinan dan manajemen, pusat pengembangan teknis dan pusat pengembangan fungsional dan HAM, keseluruhan pusat ini mengadakan pelatihan untuk seluruh unit utama di Departemen Hukum dan HAM termasuk Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Belum ada konsep pembaruan sistem Diklat di departemen Hukum dan HAM bagi Petugas Pemasyarakatan
Rencana Aksi :
Pembentukan Tim kerja yang berafiliasi antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Sekjen Departemen Hukum dan HAM dan BPSDM untuk melakukan kajian pembaruan sistem diklat bagi petugas pemasyarakatan.

Permasalahan:
Kurangnya peningkatan kapasitas yang diselenggarakan secara mandiri oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebagai terobosan untuk menutupi lemahnya penyelenggaraan diklat .
Rencana Aksi:
Pembentukan Tim yang akan melakukan penyusunan program penguatan kapasitas berdasarkan usulan dari tiap-tiap UPT berdasarkan kualifikasi tupoksi masing-masing yang dijadikan prioritas.

Permasalahan:
Peserta Diklat pada umumnya diikuti oleh petugas pemasyarakatan yang berada di Kanwil. Bukan dari UPT sehingga menimbulkan ketimpangan kemampuan dan kapasitas SDM di UPT.
Rencana Aksi:
Pembentukan Tim Kerja yang melakukan assessment petugas pemasyarakatan di UPT yang belum dan yang telah mengikuti diklat dengan mengutamakan petugas yang belum mengikuti diklat berdasarkan kualifikasi dan seleksi program diklat yang berjalan.

D. AKADEMI ILMU PEMASYARAKATAN (AKIP)
1. Manajemen Organisasi dan Tata Kerja AKIP
Permasalahan :
Dalam lampiran Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.09. PR. 07.10 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Hukum dan HAM RI terlihat AKIP diletakkan dalam bagan tata struktur sub organisasi di bawah BPSDM. Permasalahannya dalam segi substansi aturan-aturan dalam organisasi dan tata kerja Departemen tidak satu pasal pun yang secara khusus mengatur dan menjelaskan keberadaan AKIP terutama tata hubungan kerjanya dengan BPSDM.
Direktur AKIP yang statusnya eselon III bertanggungjawab langsung kepada Kepala Badan yang statusnya eselon I. Penyelenggaraan pendidikan AKIP belum jelas apakah mengarah pada pendidikan profesional ataukah hanya untuk memenuhi kebutuhan dan peningkatan kualitas SDM. Lulusan AKIP belum diarahkan pada penjurusan dengan spesifikasi kekhususan yang dibutuhkan oleh semua sub sistem organisasi pemasyarakatan mulai dari Rutan, Bapas, Lapas dan Rupbasan
Status pembinaan karier Pegawai AKIP masih berdiri di dua unit kerja utama yakni di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan di BPSDM
Rencana Aksi :
Pembentukan Tim kerja yang berafiliasi antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Sekjen Departemen Hukum dan HAM dan BPSDM dan tim dari AKIP untuk melakukan kajian dan penyusunan kertas kerja pembaruan penyelenggaraan pendidikan bagi taruna AKIP

2. Penyelenggaraan Rekruitmen Taruna AKIP
Permasalahan :
Rekrutmen AKIP dilakukan oleh Departemen melalui mekanisme penerimaan calon pegawai departemen hukum dan HAM dengan persyaratan penerimaan pegawai. Sistem rekrutmen tersebut dirasakan kurang efektif apabila AKIP ingin diarahkan menjadi sekolah Tinggi Ilmu Pemasyarakatan. Rekrutmen taruna AKIP yang langsung diangkat menjadi pegawai negeri ketika mengikuti pendidikan menyebabkan semangat untuk belajar dan kompetensi dalam mencapai prestasi terbaik dan berkualitas dikhawatirkan kurang tercapai.
Belum adanya pedoman penyelenggaraan pendidikan di AKIP yang disusun secara komprehensif berdasarkan visi untuk maju dan professional.
Rencana Aksi :
Pembentukan Tim kerja yang berafiliasi antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Sekjen Departemen Hukum dan HAM dan BPSDM dan tim dari AKIP untuk melakukan kajian dan penyusunan kertas kerja pembaruan penyelenggaraan pendidikan bagi taruna AKIP

E. TUNJANGAN PETUGAS PEMASYARAKATAN
Permasalahan :
Klasifikasi tunjangan yang diberikan pemerintah kepada petugas pemasyarakatan saat ini adalah “Tunjangan Yang Dipersamakan Dengan Tunjangan Jabatan”. Oleh karena itu nomenklatur dalam Peraturan Presiden nomor 21 tahun 2006 disebutkan sebagai “Tunjangan Petugas Pemasyarakatan” bukan “Tunjangan Jabatan Fungsional Petugas Pemasyarakatan”.
Rencana Aksi :
a. Membentuk pokja untuk melakukan studi tentang pembaharuan sistem renumerasi bagi Petugas Pemasyarakatan.
b. Fokus studi meliputi penghitungan besaran tunjangan Petugas Pemasyarakatan berdasarkan analisis kompetensi, beban kerja dan lain-lain.
c. Hasil studi disampaikan kepada Menteri dan menjadi bagian dari agenda reformasi birokrasi di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.


POLA PEMBIMBINGAN, PELAYANAN, PENGELOLAAN, PEMBINAAN, PENGAMANAN DAN SISTEM INFORMASI PEMASYARAKATAN

A. PEMBIMBINGAN MELALUI BAPAS
Permasalahan :
Kebijakan teknis Direktorat Jenderal Pemasyarakatan saat ini belum maksimal mendukung peran Bapas sebagai ujung tombak Pemasyarakatan. Hal ini terkait dengan kualitas dan kuantitas SDM, jumlah UPT Bapas yang masih terbatas, sarana alat transportasi dan perangkat komunikasi yang juga terbatas. Selain itu kurangnya anggaran dan belum adanya penetapan satuan biaya khusus masih menjadi kendala pelaksanaan teknis dilapangan. Kondisi eksternal juga mempengaruhi penerimaan hasil litmas, misalnya laporan yang disampaikan belum menjadi prioritas hakim dalam mengambil putusan.
Rencana Aksi :
Pembentukan kelompok kerja perubahan ketentuan internal, workshop, perumusan, penerbitan dan pelaksanaan.

B. PELAYANAN DI RUMAH TAHANAN
Permasalahan :
Terdapat tiga masalah mengenai pelaksanaan kebijakan teknis, pertama masalah kemampuan dan cara pandang petugas mengenai tahanan di mana dirasakan masih mengedepankan pendekatan yang represif. Kedua, kebijakan yang dibuat tidak dapat dilaksanakan karena sudah tidak kontekstual dan penjabarannya yang terlalu umum. Ketiga, masalah over kapasitas dan pelayanan kebutuhan tahanan yang belum terpenuhi.
Rencana Aksi :
Pembentukan kelompok kerja perubahan ketentuan internal, workshop, perumusan, penerbitan dan pelaksanaan.

C. PENGELOLAAN BASAN/BARAN DI RUPBASAN
Permasalahan :
Rupbasan sebagai satu-satunya institusi yang memiliki fungsi pengelolaan Barang sitaan dan barang rampasan negara, belum berjalan dengan optimal. Selain kekurangan sarana gedung, SDM dalam UPT Rupbasan masih memiliki banyak kekurangan. Misalnya keberadaan tenaga-tenaga ahli untuk merawat dan menaksir jenis-jenis barang.
Rencana Aksi :
Pembentukan kelompok kerja untuk melakukan sosialisasi tentang Rupbasan

D. PEMBINAAN DI LAPAS
Permasalahan ;
Permasalahan Lapas yang mengemuka adalah kurangnya pemahaman petugas tentang pembinaan yang berperspektif HAM, over kapasitas, percampuran narapidana dengan tahanan, pemenuhan hak dan kelemahan dalam mengembangkan kerjasama usaha.
Rencana Aksi :
Pembentukan kelompok kerja perubahan ketentuan internal, workshop, perumusan, penerbitan dan pelaksanaan.

E. SISTEM PENGAMANAN
Permasalahan:
Terdapat dua masalah besar dalam pengamanan, pertama penggunaan kekerasan yang tidak terkontrol dan kemampuan untuk mengembangkan sistem pengamanan yang efektif. Perlu diadakan latihan-latihan seperti pengendalian massa, dan penggunaan senjata secara berkelanjutan. Perlu juga dikembangkan peralatan seperti kebutuhan kamera, senjata, alat detektor, dan perbaikan sarana bangunan.
Rencana Aksi :
Pembentukan kelompok kerja perubahan ketentuan internal, workshop, perumusan, penerbitan dan pelaksanaan.

F. SISTEM INFORMASI PEMASYARAKATAN
Permasalahan:
Selama ini para petugas membuat sistem informasi dengan sangat manual dan komputerisasi yang tidak terpadu. Akibatnya pelaporan harus dibuat secara manual, sehingga tidak dapat diketahui secara cepat dan akurat mengenai jumlah tahanan, narapidana atau klien pemasyarakatan dan anak didik pemasyarakatan secara keseluruhan.
Rencana Aksi :
§ Interventarisasi kebutuhan pendataan di UPT-UPT, perumusan dan penerbitan.
§ Interventarisasi kebutuhan pendataan dalam bentuk sistem informasi yang terhubung antar UPT-UPT.
§ Program sistem informasi, penyediaan perangkat, pelatihan monitoring dan evaluasi.


PENGAWASAN DAN PARTISIPASI PUBLIK

PENGAWASAN MELEKAT
1. Regulasi
Permasalahan:
Banyak regulasi yang mengatur tentang pengawasan yang cenderung menimbulkan tafsir yang berbeda baik antara pegawai maupun antara pengawas itu sendiri.
Rencana Aksi :
a. Pihak ditjen membentuk tim kerja untuk menginventarisasi regulasi waskat yang ada pada tingkat Departemen.
b. Pembentukan tim untuk menyusun naskah akademik dan draft revisi regulasi di bidang pengawasan.

2. Jajaran UPT Pemasyarakatan
Permasalahan:
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemahaman pegawai pada jajaran UPT pemasyarakatan terhadap regulasi pengawasan. Masih minim.
Rencana Aksi:
a. Disosialisasikannya secara optimal ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pengawasan.
b. Dilakukannya pelatihan dalam rangka Peningkatan kapasitas pegawai pemasyarakatan.

3. Unsur Pengawasan Melekat
Permasalahan:
Belum adanya protap pengawasan ditingkatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Rencana Aksi:
Direktorat jenderal membentuk tim untuk menyusun juklak dan juknis pengawasan melekat.

4. Intrumen Penilaian Kinerja
Permasalahan:
Mekanisme Daftar Penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) sebagai salah satu instrumen penilaian kinerja petugas Pemasyarakatan belum mampu menjadi alat ukur yang obyektif karena indikator penilaiannya tidak relevan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi petugas Pemasyarakatan.
Rencana Aksi:
Terbentuknya kelompok kerja yang menyusun Peraturan Menteri (Permen) tentang pola pemantauan dan pengujian terhadap Instrumen Penilaian Kinerja.

5. Kode Etik
Permasalahan:
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan belum memiliki ketentuan mengenai kode etik petugas Pemasyarakatan
Rencana Aksi :
Pihak Ditjen Pemasyarakatan membentuk tim kerja untuk menyusun Kode Etik bagi Petugas Pemasyarakatan.

6. Mekanisme Penjatuhan Sanksi
Permasalahan:
a. Dalam praktik, pegawai pemasyarakatan yang dikenai sanksi tidak mengetahui tentang mekanisme pembelaannya.
b. Belum adanya unit bantuan hukum yang melakukan pembelaan bagi pegawai pemasyaraktan yang melakukan penyimpangan.
c. Keputusan penjatuhan sanksi hukuman disiplin dan administratif membutuhkan waktu yang relatif lamaoleh aparat pengawasan fungsional cenderung bersifat formalitas dan sarat kepentingan.
Rencana Aksi:
a. Sosialisasi mekanisme pembelaan bagi pegawai pemasyarakatan.
b. Mengadakan kajian yang lebih mendalam tentang urgensi unit bantuan hukum pada kantor wilayah, dan memberikan hasil kajian ini kepada Departemen

7. Unsur Pengawasan FUngsional
Permasalahan:
a. Banyaknya aparat pengawas fungsional membuat fugsi-fungsi pengawasan tidak efektif dan cenderung tumpah tindih.
b. Pada ranah implementatif, pengawasan oleh aparat pengawasan fungsional cenderung hanya bersifat formalitas dan sarat kepentingan.
Rencana Aksi:
Adanya penataan ulang pada semua lembaga pengawasan fungsional yang lebih memperhatikan pada kebutuhan dan kapasitas masing-masing lembaga.

8. Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan
Permasalahan:
a. Sesuai dengan peraturan menteri dan uu pemasyarakatan, Balai Pertimbangan Pemasyarakatan hanya memberikan pertimbangan kepada menteri. Dan tidak melakukan fungsi-fungsi pengawasan.
b. Sampai saat ini, Publik tidak mengetahui kinerja BPP.
c. Tim Pengamat Pemasyarakatan sesungguhnya memiliki fungsi pengawaasan tetapi tidak berjalan optimal.
Rencana Aksi:
Dilakukannya reposisi terhadap peran fungsi dan kewenangan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan TPP

PENGAWASAN LEGISLATIF

1. Anggota DPR
Permasalahan:
a. Pengawasan eksternal yang dilakukan oleh legislatif dirasakan belum berjalan sepenuhnya karena bentuk pengawasan legislatif hanya berupa rapat dengar pendapat dan kunjungan kerja, Sehingga bisa dikatakan legislatif belum mampu melakukan pengawasan secara efektif.
b. Fungsi pengawasan legislatif juga menjadi tidak maksimal terhadap adanya penyimpangan dari pemerintah karena hanya memberikan peringatan-peringatan atau saran-saran untuk melakukan perbaikan, dan tidak ada sanksi yang mengikat dari legislatif ketika peringatan dan saran tersebut tidak diindahkan oleh aparat pemerintah.
Rencana Aksi :
melakukan advokasi dengan tujuan agar fungsi pengawaasan DPR dapat lebih maksimal.

PENGAWASAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT

1. Kultur UPT Pemasyarakatan
Permasalahan:
UPT Pemasyarakatan terkesan masih tertutup terhadap partisipasi dari pihak eksternal terutama masyarakat
Rencana Aksi :
Ditjen pemasyarakatan membentuk tim kerja untuk malakukan sosalisasi pada tiap UPT pemasyarakatan tentang akan adanya kunjungan-kunjungan dari lembaga-lembaga eksternal.

2. Regulasi Pengawasan dan Partisipasi Publik
Permasalahan:
Walaupun sudah ada beberapa ketentuan yang mengatur tentang bagaimana pengawasan eksternal dalam hal ini partisipasi publik bisa dilakukan, namun sampai saat ini belum ada alur dan mekanisme yang tepat dalam melakukan peran-peran pengawasan sehingga masyarakat tidak dapat melakukan social participation secara efektif.
Rencana Aksi :
Pembentukan tim Assesment untuk menginisiasi terbentuknya Ombudsman Pemaayarakatan

3. Hakim Pengawas dan Pengamat
Permasalahan:
Peran seorang hakim pengawas dan pengamat yang cukup signifikan sebagaimana yang tercantum dalam KUHAP dan SEMA, memungkinkan seorang hakim melakukan pengawasan yang lebih spesifik pada pola perlakuan Lapas kepada seorang warga binaan pemasyarakatan. Namun realitas yang ada menunjukkan pelaksanaan pengawasan oleh hakim pengawas dan pengamat tidak berjalannya secara efektif.
Rencana Aksi:
Pembentukan tim kerja Departemen yang melakukan koordinasi dengan Mahkamah Agung dalam rangka berfungsinya hakim wasmat.

Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muara Bungo JUARA Kebersihan dan Keindahan

Muara Bungo, ditengah terpaan berita miring seputar penilaian kinerja Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Muara Bungo, justeru mencatat prestasi dengan menggondol sebagai peringkat I (pertama) lomba Kebersihan dan keindahan di Lingkungan instansi pemerintahan Kabupaten Bungo, Jambi.
Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Bungo ke- 43. Pemerintah Kabupaten Bungo, mengadakan perlombaan yang diselenggarakan di Lingkungan Tingkat Instansi Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) se- kota Muara Bungo. Penilaian penjurian, menitik beratkan pada kualifikasi Kebersihan dan Keindahan unit/instansi pemerintahan. Kegiatan penilaian ini dilaksanakan dari tanggal 13 sampai dengan 16 Oktober 2008.
Setelah melalui beberapa tahap penilaian yang diawali dengan kunjungan ke kantor-kantor instansi pemerintahan, akhirnya ditetapkanlah sebagai juara pertama adalah Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muara Bungo dengan memperoleh nilai tertinggi, yaitu 27.529. Disusul Kantor BAPPEDA dengan nilai 25.251 sebagai peringkat ke-2 (dua) dan Mapolres Bungo sebagai peringkat ke-3 (tiga) dengan nilai 25.236. Piala berikut piagam penghargaan, diserahkan langsung oleh Bupati Bungo Zulfikar Achmad. Selain Piala dan piagam, Lapas Muara Bungo juga memperoleh uang pembinaan sebesar 1.500.000,- (satu setengah juta rupiah).
Menurut Kepala Lapas Muara Bungo, Reduan, keberhasilan Lapas Muara Bungo meraih juara pertama pada lomba kebersihan dan keindahan di Kota Muara Bungo ini tidak terlepas dari dukungan dan komitmen dari seluruh petugas Lapas Muara Bungo. ”Kami tidak menyangka kalau Lapas kita, dinilai terbersih dan terindah di Kota ini (Muara Bungo, red),” ujar Kalapas Reduan. ”Yang terpenting bagi kami bekerja keras disertai dengan niat yang ikhlas,” imbuhnya.
Keberhasilan meraih sebagai juara pertama dalam lomba kebersihan dan keiindahan di tingkat Kota Muara Bungo ini merupakan kebanggaan sekaligus motivasi untuk mempertahankan kebersihan dan sekaligus termotivasi untuk lebih meningkatkan kebersihan dan keindahan dalam Lapas sehingga lingkungannya menjadi lebih nyaman. Tentunya dengan prestasi yang di toreh Lapas Muara Bungo akan mewarnai citra positif keberadaan Lapas/Rutan diwilayah Indonesia bagian barat dan semoga gaungnya akan berimbas menular, dicontoh dan ditiru oleh Lapas/Rutan di seluruh Indonesia

“Legal Ekspo” Menuju Harmonisasi Karya Pembangunan Hukum dan HAM


Menkumham: “Pembangunan hukum dan HAM di Indonesia yang belum maksimal, boleh jadi disebabkan kesalahan pengenalan dan pemahaman masyarakat terhadap institusi pelaku pembangunan hukum dan HAM itu sendiri”

Membuat hukum bekerja lebih baik, bagi segenap tatanan masyarakat merupakan salah satu tugas terpenting Departemen Hukum dan HAM dalam menunjang pembangunan nasional. Masih lemahnya penegakan hukum ternyata telah berakibat pada meningkatnya kekerasan, kecenderungan main hakim sendiri, pecahnya konflik di berbagai wilayah dan sulitnya akses masyarakat, khususnya masyarakat yang kurang beruntung terhadap keadilan hukum. Ini semua tentunya telah mengganggu upaya dalam penegakan dan pemenuhan hukum dan HAM. Dengan segenap pemikiran tersebut, mekanisme sosialisasi hukum formal saja tampaknya tidak cukup untuk mewujudkan masyarakat yang sadar hukum dan HAM. Sosialisasi hukum dan HAM yang formalelitis, terkadang malah dijauhi dan dianggap sebagai proses indoktrinasi.
Dengan dalih tersebut Biro Humas Departemen Hukum dan HAM menggelar pameran Legal Expo yang dimulai pukul 08.30 sampai 16.00 Wib dibuka selama dua hari (19 dan 20 November 2008) di Auditorium dan halaman parkir Gedung Departemen yang terletak di jalan Rasuna Said Kuningan Jakarta. Tidak tangung-tangung pameran yang dibuka untuk masyarakat umum ini diikuti lebih dari 40 peserta, mulai dari Lembaga Pemerintah/Lembaga Negara seperti DPR RI, Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara, dll. Organisasi Internasional, Fakultas Hukum dari beberapa universitas yang ada di Indonesia seperti UGM, Tri Sakti, Universitas Atmajaya, dsb, hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam dan luar negeri seperti LBH Jakarta, KRHN, The Asian Foundation, Roul Wallenberg Institute, dsb. Tidak terkecuali seluruh unit eselon satu jajaran Depkum dan HAM termasuk Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang menampilkan grafik dan data kinerja Ditjen Pemasyarakatan serta hasil karya narapidana dari Lapas Narkotika Jakarta, Lapas Salemba, Lapas Cipinang, Lapas Paledang Bogor dan Lapas Wanita Tangerang.
Legal Expo Institusi Pelaku Pembangunan Hukum dan HAM Tahun 2008 yang mengambil tema “Menuju Harmonisasi Karya dalam Pembangunan Hukum dan HAM” ini, dibuka langsung oleh Menteri Hukum dan HAM, Andi Mattallatta. Dalam kata sambutannya, Menteri Andi menyampaikan beberapa point mengenai tujuan dari pelaksanaan pameran tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, perlu disadari bahwa kampanye tentang kesadaran hukum dan HAM bukanlah gerakan atau tindakan yang menghasilkan efek besar dan segera (big and immediate effect). Kampanye ini lebih cenderung memiliki efek yang halus (subtle effect). Hal ini dikarenakan persoalan kesadaran hukum dan HAM merupakan persoalan mental, yang melibatkan kesadaran, karakter dan kemauan. Karena sifatnya yang halus maka tolok ukur keberhasilan peningkatan kesadaran hukum dan HAM tidak bisa diletakkan dalam rentang waktu yang sedikit. Maka sudah seharusnya pula para pelaku pembangunan hukum dan HAM melakukan sosialisasi dan komunikasi secara terus‐menerus dengan masyarakat mengenai program serta kebijakan di bidang hukum dan HAM melalui berbagai kegiatan komunikatif seperti legal expo yang ada pada saat itu. Pada jangka panjang, kampanye yang seperti ini akan menghasilkan generasi berikut (children of tomorrow), yang memiliki pemahaman dan kesadaran di bidang hukum dan HAM.
Faktor kedua, untuk menjadikan hukum dan HAM lebih populis adalah dengan memudahkan pilihan mental masyarakat. Pilihan untuk menjadikan hukum dan HAM sebagai entitas strategis (dan karenanya harus diperjuangkan) adalah pilihan dengan kategori yang rumit (high‐involvement). Dengan kata lain, dalam bidang hukum dan HAM rakyat lebih melihat bukti, bukan janji. Maka dalam konteks ini menemukan relevansi penyelenggaraan legal expo, yakni sebagai medium sosialisasi dan informasi kepada public tentang sejauh mana pemerintah dan para pihak terkait telah melakukan pembangunan di bidang hukum dan HAM, serta bagaimana pengaruhnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Pembangunan hukum dan HAM di Indonesia yang masih belum maksimal seperti sekarang ini bisa jadi disebabkan oleh kesalahan pengenalan dan pemahaman masyarakat akan institusi pelaku pembangunan hukum dan HAM itu sendiri,” kata Menkumham. Masyarakat lebih melihat para pelaku pembangunan sebagai entitas elitis, daripada sebagai pihak yang menentukan kehidupan masyarakat melalui berbagai program dan kebijakan di bidang hukum dan HAM.
Selanjutnya Menkumham berharap sosialisasi dan kampanye hukum dan HAM tidak lagi terkesan elitis dan bagi sebagian orang justru menakutkan karena hanya berdimensi “penegakan”, tetapi dapat lebih ramah karena mengedepankan “perlindungan” hukum dan HAM. Sesuai dengan tema kegiatan, diharapkan acara legal expo ini dapat dijadikan titik tolak untuk ke depan bahwa kita harus bisa lebih mengharmoniskan setiap langkah dari para institusi pelaku pembangunan hukum dan HAM.
Turut meramaikan pameran acara Legal Expo adalah stand Perpustakaan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menampilkan koleksi buku-buku karya Hakim Konstitusi dan koleksi buku-buku yang berkaitan dengan konstitusi. Selain itu, diperagakan pula Perpustakaan On-Line, Registrasi Perkara On-Line, yang langsung bias diakses oleh para pengunjung serta menayangkan video rekaman sidang di Mahkamah Konstitusi dan Obrolan Konstitusi.
Dalam kesempatan yang sama hadir pula Kepala PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) Yunus Husein turut berpartisipasi dalam pelaksanaan Legal Expo Institusi Pelaku Pembangunan Hukum dan HAM ''Pameran ini juga berdampak positif bagi kesadaran hukum di masyarakat,'' ujar Kepala PPATK Yunus Husein saat berbincang dengan Menkumham, Andi Mattallatta, ketika mengunjungi stand PPATK pada pembukaan pameran.
Stand Direktorat Jenderal Pemasyarakatan terlihat diminati banyak pengunjung, selain membagi-bagikan secara gratis majalah Warta Pemasyarakatan, nampak pengunjung menyukai hasil karya narapidana yang dipamerkan. Beberapa produk unggulan yang dipamerkan adalah Lapas Paledang menampilkan tas-tas cantik bermerk El-Pale, Lapas Cipinang menghadirkan kompos dan beberapa lukisan-lukisan berukuran besar. Sementara itu Lapas Wanita Tangerang mengusung berbagai kerajinan tangan seperti alas meja makan, sprei, alas kaki, monte dsb. Sedangkan Lapas Narkotika Jakarta memajang produk unggulan yang terbuat dari bahan fiber glass dan kaligrafi yang terbuat dari bahan kuningan/perak. Lapas Salemba menampilkan berbagai kerajinan tangan yang terbuat dari bahan kertas namun dikemas dengan apik sehingga hasil kerajinan tangan yang dipajangkan terjual habis.
Tampak pula seorang pengunjung dari kedutaan besar swedia menyukai proto tipe sepeda yang terbuat dari bahan kertas koran. ”Wow.. I like this, how many?” Di jawab oleh Petugas Lapas Salemba, Wahyudi ” Fiveteen thousand, miss.” ”Oo, very cheaper,” ujar pengunjung tersebut. Lalu dibayar dan dibawanya proto tipe sepeda tersebut. Selain proto tipe sepeda, Lapas Salemba juga memamerkan dan sekaligus memasarkan berbagai asesoris yang berbentuk seperti topeng-topengan, udang, prototipe rumah, proto tipe menara eifel, dsb.
Yang menarik pada saat pameran berlangsung, setiap institusi yang turut dalam acara tersebut diharuskan melakukan presentasi mengenai peranannya dalam pembangunan hukum dan HAM. Presenter pertama yang diberi kesempatan menyampaikan tupoksi institusinya berasal dari Direktorat Jendral HKI (Hak Kekayaan Intelektual) yang disampaikan oleh Kasubag Humasnya, Ira Deviani. Kemudian dilanjutkan presentasi dari PPATK, Kejaksaan Agung, dan seterusnya.
Institusi pelaku pembangunan hukum dan HAM dikesankan masyarakat berjalan sendiri‐sendiri dan tidak berada dalam arah pembangunan hukum dan HAM yang menyejahterakan bangsa dalam kemakmuran negara. Jika ini yang terjadi, maka paradigma kampanye hukum dan HAM perlu diubah, yakni dari elitis menjadi populis, dari parsial menjadi terintegrasi dengan harmonis. Perubahan paradigma ini menjadi penting selain untuk menumbuhkembangkan kesadaran warga Negara tentang makna penting hukum dan hak‐hak warga yang asasi, juga pada sisi lain untuk membuka partisipasi public bagi pembangunan hukum dan HAM.

Agung Laksono Rayakan “Idul Adha” Bersama WBP Lapas Cipinang

KETUA DPR RI HR Agung Laksono bertemu dengan sekitar 1.500 narapidana (napi) di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta, Senin, dan didaulat berkhotbah dalam rangka perayaan Idul Adha 1429 H.
Dalam kesempatan itu Agung Laksono mengingatkan, nilai‑nilai pengorbanan harus ditunjukkan oleh para pemimpin dan masyarakat yang dipimpinnya.
"Para pemimpin harus rela berkorban tenaga, waktu dan pikiran untuk datang berdialog dan mendengarkan keluhan serta jeritan masyarakat yang dipimpinnya," katanya di hadapan jamaah di lapangan Masjid Baiturrahman di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur.
Tidak kurang 1.500 dari lebih 3.000 napi dan para petugas LP mengikuti dan mendengarkan dengan hidmat uraian isi khutbah itu. Ikut hadir dalam kesempatan shalat Idul Adha dengan Imam KH Abduh Syakur ini, antara lain anggota Komisi III DPR RI, Aulia Aman Rachman, Ketua Pengurus Pusat Kolektof (PPK) Kosgoro 1957, HM Djonharro dan Ketua PDKI Kosgoro 1957, Tandanan Daulay.
Agung Laksono yang menjadi calon anggota legislatif (Caleg) DPR RI Partai Golkar Jakarta Timur ini, menambahkan, kehadiran para pemimpin juga bukan hanya untuk berdialog, tetapi senantiasa mengulurkan bantuan terhadap mereka yang membutuhkan.
"Membantu mereka yang dilanda kemiskinan dan berbagai kesulitan hidup lainnya itu sangat penting. Sebab, pemimpin (harus) datang pada saat rakyat membutuhkan bantuan dan pertolongan, bukan hanya berdasarkan kemauan dari sang pemimpin. Janganlah rakyat hanya dikerahkan dan diarahkan sesuai dengan keinginan dan kepentingannya," katanya.
Di alam demokrasi seperti dewasa ini, menurutnya, hal yang demikian tidak mungkin terjadi lagi. "Rakyatlah yang menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin, bukan sebaliknya," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini.
Sementara itu, kepada masyarakat yang dipimpin, demikian Agung Laksono, juga harus rela berkorban dengan memberikan dukungan dan doa kepada para pemimpinnya.
"Ini penting, agar mereka senantiasa berjalan di atas landasan yang benar serta mampu menghasilkan keputusan‑keputusan dan kebijakan‑kebijakan yang berpihak kepada kepentingan dan kesejahteraan seluruh rakyat," katanya.
Ia menambahkan, alangkah indahnya kehidupan bangsa dan negara apabila hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin berjalan secara harmonis.
"Mereka saling memberi dan menerima, saling mendukung dan mendoakan. Sehingga tidak hanya terjadi hubungan yang bersifat kontrak‑politik belaka, melainkan hubungan yang bersifat spiritual dan kemanusiaan," ujarnya.
Pengamalan nilai‑nilai pengorbanan seperti itulah, menurutnya, yang akan mengantarkan bangsa, menuju terwujudnya negara adil, makmur dan sejahtera di bawah naungan serta ampunan Ilahi Rabbi.
Usai shalat Idul Adha, Agung Laksono yang didampingi Dave Akbarsyah Laksono dan Nooralia Laksono, dua dari tiga putra putrinya, menyerahkan hewan kurban seekor sapi untuk para penghuni lapas yang diterima Kepala Lapas Kelas 1 Cipinang, Haviludin, disaksikan Kakanwil Depertemen Hukum dan HAM DKI Jakarta, Asdjudin Rana.