1999-2002 TARUNA AKIP, 2002-2007, PEMBINA AKIP, 2007-2010, STAF HUMAS DITJENPAS, 2010-2011 KASUBSI KEAMANAN LAPAS SALEMBA, 2011-2013 KA.KPLP LAPAS BOALEMO, 2013-2014 KASI BINAPIGIATJA LAPAS BOALEMO, 2014-2015 KASI BINADIK LAPAS GORONTALO, 2015-SKR KALAPAS POHUWATO

Senin, 09 Maret 2009

“Legal Ekspo” Menuju Harmonisasi Karya Pembangunan Hukum dan HAM


Menkumham: “Pembangunan hukum dan HAM di Indonesia yang belum maksimal, boleh jadi disebabkan kesalahan pengenalan dan pemahaman masyarakat terhadap institusi pelaku pembangunan hukum dan HAM itu sendiri”

Membuat hukum bekerja lebih baik, bagi segenap tatanan masyarakat merupakan salah satu tugas terpenting Departemen Hukum dan HAM dalam menunjang pembangunan nasional. Masih lemahnya penegakan hukum ternyata telah berakibat pada meningkatnya kekerasan, kecenderungan main hakim sendiri, pecahnya konflik di berbagai wilayah dan sulitnya akses masyarakat, khususnya masyarakat yang kurang beruntung terhadap keadilan hukum. Ini semua tentunya telah mengganggu upaya dalam penegakan dan pemenuhan hukum dan HAM. Dengan segenap pemikiran tersebut, mekanisme sosialisasi hukum formal saja tampaknya tidak cukup untuk mewujudkan masyarakat yang sadar hukum dan HAM. Sosialisasi hukum dan HAM yang formalelitis, terkadang malah dijauhi dan dianggap sebagai proses indoktrinasi.
Dengan dalih tersebut Biro Humas Departemen Hukum dan HAM menggelar pameran Legal Expo yang dimulai pukul 08.30 sampai 16.00 Wib dibuka selama dua hari (19 dan 20 November 2008) di Auditorium dan halaman parkir Gedung Departemen yang terletak di jalan Rasuna Said Kuningan Jakarta. Tidak tangung-tangung pameran yang dibuka untuk masyarakat umum ini diikuti lebih dari 40 peserta, mulai dari Lembaga Pemerintah/Lembaga Negara seperti DPR RI, Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara, dll. Organisasi Internasional, Fakultas Hukum dari beberapa universitas yang ada di Indonesia seperti UGM, Tri Sakti, Universitas Atmajaya, dsb, hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam dan luar negeri seperti LBH Jakarta, KRHN, The Asian Foundation, Roul Wallenberg Institute, dsb. Tidak terkecuali seluruh unit eselon satu jajaran Depkum dan HAM termasuk Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang menampilkan grafik dan data kinerja Ditjen Pemasyarakatan serta hasil karya narapidana dari Lapas Narkotika Jakarta, Lapas Salemba, Lapas Cipinang, Lapas Paledang Bogor dan Lapas Wanita Tangerang.
Legal Expo Institusi Pelaku Pembangunan Hukum dan HAM Tahun 2008 yang mengambil tema “Menuju Harmonisasi Karya dalam Pembangunan Hukum dan HAM” ini, dibuka langsung oleh Menteri Hukum dan HAM, Andi Mattallatta. Dalam kata sambutannya, Menteri Andi menyampaikan beberapa point mengenai tujuan dari pelaksanaan pameran tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, perlu disadari bahwa kampanye tentang kesadaran hukum dan HAM bukanlah gerakan atau tindakan yang menghasilkan efek besar dan segera (big and immediate effect). Kampanye ini lebih cenderung memiliki efek yang halus (subtle effect). Hal ini dikarenakan persoalan kesadaran hukum dan HAM merupakan persoalan mental, yang melibatkan kesadaran, karakter dan kemauan. Karena sifatnya yang halus maka tolok ukur keberhasilan peningkatan kesadaran hukum dan HAM tidak bisa diletakkan dalam rentang waktu yang sedikit. Maka sudah seharusnya pula para pelaku pembangunan hukum dan HAM melakukan sosialisasi dan komunikasi secara terus‐menerus dengan masyarakat mengenai program serta kebijakan di bidang hukum dan HAM melalui berbagai kegiatan komunikatif seperti legal expo yang ada pada saat itu. Pada jangka panjang, kampanye yang seperti ini akan menghasilkan generasi berikut (children of tomorrow), yang memiliki pemahaman dan kesadaran di bidang hukum dan HAM.
Faktor kedua, untuk menjadikan hukum dan HAM lebih populis adalah dengan memudahkan pilihan mental masyarakat. Pilihan untuk menjadikan hukum dan HAM sebagai entitas strategis (dan karenanya harus diperjuangkan) adalah pilihan dengan kategori yang rumit (high‐involvement). Dengan kata lain, dalam bidang hukum dan HAM rakyat lebih melihat bukti, bukan janji. Maka dalam konteks ini menemukan relevansi penyelenggaraan legal expo, yakni sebagai medium sosialisasi dan informasi kepada public tentang sejauh mana pemerintah dan para pihak terkait telah melakukan pembangunan di bidang hukum dan HAM, serta bagaimana pengaruhnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Pembangunan hukum dan HAM di Indonesia yang masih belum maksimal seperti sekarang ini bisa jadi disebabkan oleh kesalahan pengenalan dan pemahaman masyarakat akan institusi pelaku pembangunan hukum dan HAM itu sendiri,” kata Menkumham. Masyarakat lebih melihat para pelaku pembangunan sebagai entitas elitis, daripada sebagai pihak yang menentukan kehidupan masyarakat melalui berbagai program dan kebijakan di bidang hukum dan HAM.
Selanjutnya Menkumham berharap sosialisasi dan kampanye hukum dan HAM tidak lagi terkesan elitis dan bagi sebagian orang justru menakutkan karena hanya berdimensi “penegakan”, tetapi dapat lebih ramah karena mengedepankan “perlindungan” hukum dan HAM. Sesuai dengan tema kegiatan, diharapkan acara legal expo ini dapat dijadikan titik tolak untuk ke depan bahwa kita harus bisa lebih mengharmoniskan setiap langkah dari para institusi pelaku pembangunan hukum dan HAM.
Turut meramaikan pameran acara Legal Expo adalah stand Perpustakaan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menampilkan koleksi buku-buku karya Hakim Konstitusi dan koleksi buku-buku yang berkaitan dengan konstitusi. Selain itu, diperagakan pula Perpustakaan On-Line, Registrasi Perkara On-Line, yang langsung bias diakses oleh para pengunjung serta menayangkan video rekaman sidang di Mahkamah Konstitusi dan Obrolan Konstitusi.
Dalam kesempatan yang sama hadir pula Kepala PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) Yunus Husein turut berpartisipasi dalam pelaksanaan Legal Expo Institusi Pelaku Pembangunan Hukum dan HAM ''Pameran ini juga berdampak positif bagi kesadaran hukum di masyarakat,'' ujar Kepala PPATK Yunus Husein saat berbincang dengan Menkumham, Andi Mattallatta, ketika mengunjungi stand PPATK pada pembukaan pameran.
Stand Direktorat Jenderal Pemasyarakatan terlihat diminati banyak pengunjung, selain membagi-bagikan secara gratis majalah Warta Pemasyarakatan, nampak pengunjung menyukai hasil karya narapidana yang dipamerkan. Beberapa produk unggulan yang dipamerkan adalah Lapas Paledang menampilkan tas-tas cantik bermerk El-Pale, Lapas Cipinang menghadirkan kompos dan beberapa lukisan-lukisan berukuran besar. Sementara itu Lapas Wanita Tangerang mengusung berbagai kerajinan tangan seperti alas meja makan, sprei, alas kaki, monte dsb. Sedangkan Lapas Narkotika Jakarta memajang produk unggulan yang terbuat dari bahan fiber glass dan kaligrafi yang terbuat dari bahan kuningan/perak. Lapas Salemba menampilkan berbagai kerajinan tangan yang terbuat dari bahan kertas namun dikemas dengan apik sehingga hasil kerajinan tangan yang dipajangkan terjual habis.
Tampak pula seorang pengunjung dari kedutaan besar swedia menyukai proto tipe sepeda yang terbuat dari bahan kertas koran. ”Wow.. I like this, how many?” Di jawab oleh Petugas Lapas Salemba, Wahyudi ” Fiveteen thousand, miss.” ”Oo, very cheaper,” ujar pengunjung tersebut. Lalu dibayar dan dibawanya proto tipe sepeda tersebut. Selain proto tipe sepeda, Lapas Salemba juga memamerkan dan sekaligus memasarkan berbagai asesoris yang berbentuk seperti topeng-topengan, udang, prototipe rumah, proto tipe menara eifel, dsb.
Yang menarik pada saat pameran berlangsung, setiap institusi yang turut dalam acara tersebut diharuskan melakukan presentasi mengenai peranannya dalam pembangunan hukum dan HAM. Presenter pertama yang diberi kesempatan menyampaikan tupoksi institusinya berasal dari Direktorat Jendral HKI (Hak Kekayaan Intelektual) yang disampaikan oleh Kasubag Humasnya, Ira Deviani. Kemudian dilanjutkan presentasi dari PPATK, Kejaksaan Agung, dan seterusnya.
Institusi pelaku pembangunan hukum dan HAM dikesankan masyarakat berjalan sendiri‐sendiri dan tidak berada dalam arah pembangunan hukum dan HAM yang menyejahterakan bangsa dalam kemakmuran negara. Jika ini yang terjadi, maka paradigma kampanye hukum dan HAM perlu diubah, yakni dari elitis menjadi populis, dari parsial menjadi terintegrasi dengan harmonis. Perubahan paradigma ini menjadi penting selain untuk menumbuhkembangkan kesadaran warga Negara tentang makna penting hukum dan hak‐hak warga yang asasi, juga pada sisi lain untuk membuka partisipasi public bagi pembangunan hukum dan HAM.

Tidak ada komentar: