PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 99 TAHUN 2012
NOMOR 99 TAHUN 2012
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999
TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA
BINAAN PEMASYARAKATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya merupakan kejahatan luar biasa karena mengakibatkan kerugian yang besar bagi negara atau masyarakat atau korban yang banyak atau menimbulkan kepanikan, kecemasan, atau ketakutan yang luar biasa kepada masyarakat;
b. bahwa pemberian Remisi, Asimilasi, dan Pembebasan Bersyarat bagi pelaku tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya perlu diperketat syarat dan tata caranya untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat;
c. bahwa ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian Remisi, Asimilasi, dan Pembebasan Bersyarat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, belum mencerminkan seutuhnya kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan yang dirasakan oleh masyarakat dewasa ini, sehingga perlu diubah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3614);
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3668);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3846);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4632);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3846) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4632) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(2) Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada
Pasal 34
(1) Setiap Narapidana dan Anak Pidana berhak mendapatkan Remisi.(2) Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada
Narapidana dan Anak Pidana yang telah memenuhi syarat:
a. berkelakuan baik; dan
b. telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.
(3) Persyaratan berkelakuan baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a dibuktikan dengan:
a. tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 6
(enam) bulan terakhir, terhitung sebelum tanggal pemberian Remisi;
dan
b. telah mengikuti program pembinaan yang diselenggarakan oleh
b. telah mengikuti program pembinaan yang diselenggarakan oleh
LAPAS dengan predikat baik.
2. Ketentuan Pasal 34A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34A
tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika,
psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan
hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional
terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan:
a. bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu
a. bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu
membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
b. telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan
putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena
melakukan tindak pidana korupsi; dan
c. telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh
c. telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh
LAPAS dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta
menyatakan ikrar:
1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara
1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara
tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau
2) tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara
tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana
karena melakukan tindak pidana terorisme.
(2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika
dan prekursor narkotika, psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya berlaku terhadap Narapidana yang dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
(3) Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a harus dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi
penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Di antara Pasal 34A dan Pasal 35 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 34B
3. Di antara Pasal 34A dan Pasal 35 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 34B
dan Pasal 34C yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34B
Menteri.
(2) Remisi untuk Narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34A ayat
(2) Remisi untuk Narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34A ayat
(1) diberikan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan tertulis dari
menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait.
(3) Pertimbangan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan oleh menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait dalam
jangka waktu paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya
permintaan pertimbangan dari Menteri.
(4) Pemberian Remisi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(4) Pemberian Remisi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 34C
selain Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34A ayat (1).
(2) Narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
(2) Narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
Narapidana yang:
a. dipidana dengan masa pidana paling lama 1 (satu) tahun;
b. berusia di atas 70 (tujuh puluh) tahun; atau
c. menderita sakit berkepanjangan.
(3) Menteri dalam memberikan Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat
a. dipidana dengan masa pidana paling lama 1 (satu) tahun;
b. berusia di atas 70 (tujuh puluh) tahun; atau
c. menderita sakit berkepanjangan.
(3) Menteri dalam memberikan Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) setelah mempertimbangkan kepentingan umum, keamanan, dan rasa
4. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 36
mendapatkan Asimilasi.
(2) Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
a. Narapidana dan Anak Pidana yang telah memenuhi persyaratan:
1. berkelakuan baik;
2. aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
3. telah menjalani 1/2 (satu per dua) masa pidana.
b. Anak Negara dan Anak Sipil, setelah menjalani masa pendidikan di
LAPAS Anak selama 6 (enam) bulan pertama.
c. Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana
(2) Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
a. Narapidana dan Anak Pidana yang telah memenuhi persyaratan:
1. berkelakuan baik;
2. aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
3. telah menjalani 1/2 (satu per dua) masa pidana.
b. Anak Negara dan Anak Sipil, setelah menjalani masa pendidikan di
LAPAS Anak selama 6 (enam) bulan pertama.
c. Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34A ayat (1), setelah
memenuhi persyaratan:
1. berkelakuan baik;
2. aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
3. telah menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidana.
(3) Asimilasi sewaktu-waktu dapat dicabut apabila Narapidana atau Anak
1. berkelakuan baik;
2. aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
3. telah menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidana.
(3) Asimilasi sewaktu-waktu dapat dicabut apabila Narapidana atau Anak
Didik Pemasyarakatan melanggar persyaratan Asimilasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Pemberian dan pencabutan Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) Pemberian dan pencabutan Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
5. Di antara Pasal 36 dan Pasal 37 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 36A
yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 36A
Pasal 34A ayat (1) diberikan oleh Menteri setelah mendapat
pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
(2) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan
(2) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan
kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan
masyarakat.
(3) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan
(3) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib meminta rekomendasi dari
instansi terkait, yakni:
a. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Nasional \
a. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Nasional \
Penanggulangan Terorisme, dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal
Narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme,
kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia
yang berat, dan/atau kejahatan transnasional terorganisasi lainnya;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Narkotika Nasional,
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Narkotika Nasional,
dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal Narapidana dipidana karena
melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika,
psikotropika; dan
c. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan/atau
c. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan/atau
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal Narapidana dipidana
karena melakukan tindak pidana korupsi.
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
secara tertulis oleh instansi terkait dalam jangka waktu paling lama 12
(dua belas) hari kerja sejak diterimanya permintaan rekomendasi dari
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
secara tertulis oleh instansi terkait dalam jangka waktu paling lama 12
(dua belas) hari kerja sejak diterimanya permintaan rekomendasi dari
Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
(5) Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) instansi
(5) Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) instansi
terkait tidak menyampaikan rekomendasi secara tertulis, Direktur
Jenderal Pemasyarakatan menyampaikan pertimbangan Asimilasi
kepada Menteri.
(6) Ketentuan mengenai tata cara pemberian pertimbangan Asimilasi
(6) Ketentuan mengenai tata cara pemberian pertimbangan Asimilasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
6. Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 38A
yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 38A
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34A ayat (1), diberikan
dalam bentuk kerja sosial pada lembaga sosial.
(2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme,
(2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme,
Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah:
a. selesai mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh
a. selesai mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh
LAPAS dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan
b. menyatakan ikrar:
1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara
b. menyatakan ikrar:
1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara
tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau
2) tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara
2) tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara
tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kerja sosial, jenis lembaga
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kerja sosial, jenis lembaga
sosial, dan tata cara pelaksanaan Asimilasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
7. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39
Dalam hal Asimilasi untuk Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan
dicabut karena melanggar ketentuan Asimilasi, maka:
a. terhadap Narapidana dan Anak Pidana, untuk tahun pertama setelah
a. terhadap Narapidana dan Anak Pidana, untuk tahun pertama setelah
dilakukan pencabutan tidak dapat diberikan Remisi, Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Mengunjungi
Keluarga;
b. dalam hal Narapidana dan Anak Pidana yang dicabut asimilasinya untuk
b. dalam hal Narapidana dan Anak Pidana yang dicabut asimilasinya untuk
kedua kalinya, yang bersangkutan tidak diberikan hak Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Mengunjungi
Keluarga;
c. terhadap Anak Negara dan Anak Sipil, untuk 6 (enam) bulan pertama
setelah dilakukan pencabutan asimilasinya tidak dapat mengikuti
kegiatan Asimilasi.
8. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 43
berhak mendapatkan Pembebasan Bersyarat.
(2) Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
(2) Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
dengan syarat:
a. telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga)
a. telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga)
dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling
sedikit 9 (sembilan) bulan;
b. berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9
b. berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9
(sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per
tiga) masa pidana;
c. telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan
bersemangat; dan
d. masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan
d. masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan
Narapidana.
(3) Pembebasan Bersyarat bagi Anak Negara diberikan setelah menjalani
(3) Pembebasan Bersyarat bagi Anak Negara diberikan setelah menjalani
pembinaan paling sedikit 1 (satu) tahun.
(4) Pemberian Pembebasan Bersyarat ditetapkan dengan Keputusan
(4) Pemberian Pembebasan Bersyarat ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
(5) Pembebasan Bersyarat dicabut jika Narapidana atau Anak Didik
(5) Pembebasan Bersyarat dicabut jika Narapidana atau Anak Didik
Pemasyarakatan melanggar persyaratan Pembebasan Bersyarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6) Ketentuan mengenai pencabutan Pembebasan Bersyarat sebagaimana
(6) Ketentuan mengenai pencabutan Pembebasan Bersyarat sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Menteri.
9. Di antara Pasal 43 dan Pasal 44 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 43A
dan Pasal 43B yang berbunyi sebagai berikut:
dan Pasal 43B yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 43A
karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor
narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara
dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan
transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) juga harus memenuhi
persyaratan:
a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu
a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu
membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
b. telah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidana,
b. telah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidana,
dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling
sedikit 9 (sembilan) bulan;
c. telah menjalani Asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa
c. telah menjalani Asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa
masa pidana yang wajib dijalani; dan
d. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang
menyebabkan dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar:
1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara
1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara
tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau
2) tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara
tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana
karena melakukan tindak pidana terorisme.
(2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika
(2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika
dan prekursor narkotika, psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya berlaku terhadap Narapidana yang dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
(3) Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a harus dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 43B
(1) Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43A ayat
Pasal 43B
(1) diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari
Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
(2) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan
(2) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan
kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan
masyarakat.
(3) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan
(3) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib meminta rekomendasi dari
instansi terkait, yakni:
a. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Nasional
a. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme, dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal
Narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme,
kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia
yang berat, dan/atau kejahatan transnasional terorganisasi lainnya;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Narkotika Nasional,
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Narkotika Nasional,
dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal Narapidana dipidana karena
melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika,
psikotropika; dan
c. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan/atau
c. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan/atau
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal Narapidana dipidana
karena melakukan tindak pidana korupsi.
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
secara tertulis oleh instansi terkait dalam jangka waktu paling lama 12
(dua belas) hari kerja sejak diterimanya permintaan rekomendasi dari
Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
(5) Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) instansi
(5) Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) instansi
terkait tidak menyampaikan rekomendasi secara tertulis, Direktur
Jenderal Pemasyarakatan menyampaikan pertimbangan Pembebasan
Bersyarat kepada Menteri.
(6) Ketentuan mengenai tata cara pemberian Pembebasan Bersyarat
(6) Ketentuan mengenai tata cara pemberian Pembebasan Bersyarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
10. Ketentuan Pasal 54A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 54A
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 November 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 November 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 225
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
ttd.
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 99 TAHUN 2012
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA
PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 99 TAHUN 2012
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA
PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
I. UMUM
Tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya merupakan kejahatan luar biasa, oleh karena itu perlu memperbaiki syarat dan tata cara pemberian Remisi, Asimilasi, dan Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana yang sedang menjalani hukuman karena melakukan tindak pidana tersebut.
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian Remisi, Asimilasi, dan Pembebasan Bersyarat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dipandang belum mencerminkan seutuhnya kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan yang dirasakan oleh masyarakat dewasa ini, sehingga perlu diubah.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak masih menjadi dasar hukum dalam Peraturan Pemerintah ini mengingat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak secara efektif mulai berlaku 2 (dua) tahun setelah diundangkan, yaitu 30 Juli 2014.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya merupakan kejahatan luar biasa, oleh karena itu perlu memperbaiki syarat dan tata cara pemberian Remisi, Asimilasi, dan Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana yang sedang menjalani hukuman karena melakukan tindak pidana tersebut.
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian Remisi, Asimilasi, dan Pembebasan Bersyarat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dipandang belum mencerminkan seutuhnya kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan yang dirasakan oleh masyarakat dewasa ini, sehingga perlu diubah.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak masih menjadi dasar hukum dalam Peraturan Pemerintah ini mengingat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak secara efektif mulai berlaku 2 (dua) tahun setelah diundangkan, yaitu 30 Juli 2014.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1 Pasal 34 Cukup jelas.
Angka 2 Pasal 34A Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan “instansi penegak hukum” adalah instansi yang menangani kasus terkait, antara lain:
a. Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Kejaksaan Republik Indonesia;
d. Badan Narkotika Nasional.
Angka 3 Pasal 34B Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “menteri terkait” adalah menteri yang membidangi koordinasi urusan politik, hukum, dan keamanan. Yang dimaksud dengan “pimpinan lembaga terkait” antara lain Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
a. Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Kejaksaan Republik Indonesia;
d. Badan Narkotika Nasional.
Angka 3 Pasal 34B Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “menteri terkait” adalah menteri yang membidangi koordinasi urusan politik, hukum, dan keamanan. Yang dimaksud dengan “pimpinan lembaga terkait” antara lain Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 34C Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Yang dimaksud dengan “menderita sakit berkepanjangan” dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Ayat (3) Cukup jelas.
Angka 4 Pasal 36 Cukup jelas.
Angka 5 Pasal 36A Cukup jelas.
Angka 6 Pasal 38A Cukup jelas.
Angka 7 Pasal 39 Cukup jelas.
Angka 7 Pasal 39 Cukup jelas.
Angka 8 Pasal 43 Cukup jelas.
Angka 9 Pasal 43A Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan “instansi penegak hukum” adalah instansi yang menangani kasus terkait, antara lain:
a. Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Kejaksaan Republik Indonesia;
d. Badan Narkotika Nasional.
Pasal 43B Cukup jelas.
a. Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Kejaksaan Republik Indonesia;
d. Badan Narkotika Nasional.
Pasal 43B Cukup jelas.
Angka 10 Pasal 54A Cukup jelas.
Pasal II Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5359
Tidak ada komentar:
Posting Komentar