1999-2002 TARUNA AKIP, 2002-2007, PEMBINA AKIP, 2007-2010, STAF HUMAS DITJENPAS, 2010-2011 KASUBSI KEAMANAN LAPAS SALEMBA, 2011-2013 KA.KPLP LAPAS BOALEMO, 2013-2014 KASI BINAPIGIATJA LAPAS BOALEMO, 2014-2015 KASI BINADIK LAPAS GORONTALO, 2015-SKR KALAPAS POHUWATO

Minggu, 23 Desember 2012

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 99 TAHUN 2012

TENTANG

PERUBAHAN KEDUA ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999
TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA
BINAAN PEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: 
  
a. bahwa tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya merupakan kejahatan luar biasa karena mengakibatkan kerugian yang besar bagi negara atau masyarakat atau korban yang banyak atau menimbulkan kepanikan, kecemasan, atau ketakutan yang luar biasa kepada masyarakat;
 
b. bahwa pemberian Remisi, Asimilasi, dan Pembebasan Bersyarat bagi pelaku tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya perlu diperketat syarat dan tata caranya untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat;

c. bahwa ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian Remisi, Asimilasi, dan Pembebasan Bersyarat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, belum mencerminkan seutuhnya kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan yang dirasakan oleh masyarakat dewasa ini, sehingga perlu diubah;
 
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
 
Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 
    1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran 
   Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran 
   Negara Republik Indonesia Nomor 3614);
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran 
   Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran 
   Negara Republik Indonesia Nomor 3668);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara 
   Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara 
   Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara 
   Republik Indonesia Nomor 3846);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas 
   Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara 
   Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara 
   Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara 
   Republik Indonesia Nomor 4632);

MEMUTUSKAN: 
Menetapkan: 
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN. 
Pasal I 
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3846) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4632) diubah sebagai berikut:
 
1. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34
    (1) Setiap Narapidana dan Anak Pidana berhak mendapatkan Remisi.
    (2) Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada 
         Narapidana dan Anak Pidana yang telah memenuhi syarat:

         a. berkelakuan baik; dan
         b. telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.

    (3) Persyaratan berkelakuan baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 
         huruf a dibuktikan dengan:

         a. tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 6 
             (enam) bulan terakhir, terhitung sebelum tanggal pemberian Remisi; 
             dan
         b. telah mengikuti program pembinaan yang diselenggarakan oleh 
             LAPAS dengan predikat baik.
 
2. Ketentuan Pasal 34A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 34A
    (1) Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan 
         tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, 
         psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan 
         hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional 
         terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana
         dimaksud dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan: 
         a. bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu 
             membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; 
         b. telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan 
             putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena 
             melakukan tindak pidana korupsi; dan
         c.  telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh 
             LAPAS dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta 
             menyatakan ikrar:
             1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara 
                 tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau 
             2) tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara 
                 tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana 
                 karena melakukan tindak pidana terorisme.

   (2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika 
        dan prekursor narkotika, psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat 
        (1) hanya berlaku terhadap Narapidana yang dipidana dengan pidana 
        penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

   (3) Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
        huruf a harus dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi  
        penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
        undangan.

3. Di antara Pasal 34A dan Pasal 35 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 34B 
    dan Pasal 34C yang berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 34B
   (1) Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) diberikan oleh 
        Menteri.
   (2) Remisi untuk Narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34A ayat 
        (1) diberikan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan tertulis dari 
        menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait. 
   (3) Pertimbangan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 
        disampaikan oleh menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait dalam 
        jangka waktu paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya 
        permintaan pertimbangan dari Menteri.
   (4) Pemberian Remisi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
        
 Pasal 34C
   (1) Menteri dapat memberikan Remisi kepada Anak Pidana dan Narapidana 
        selain Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana 
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34A ayat (1).
   (2) Narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 
        Narapidana yang:
        a. dipidana dengan masa pidana paling lama 1 (satu) tahun;
        b. berusia di atas 70 (tujuh puluh) tahun; atau
        c. menderita sakit berkepanjangan.
   (3) Menteri dalam memberikan Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat 
        (1) setelah mempertimbangkan kepentingan umum, keamanan, dan rasa
 
4. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
   
Pasal 36
    (1) Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan berhak 
         mendapatkan Asimilasi.
    (2) Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
         a. Narapidana dan Anak Pidana yang telah memenuhi persyaratan:
             1. berkelakuan baik;
             2. aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
             3. telah menjalani 1/2 (satu per dua) masa pidana.
         b. Anak Negara dan Anak Sipil, setelah menjalani masa pendidikan di 

             LAPAS Anak selama 6 (enam) bulan pertama.
         c.  Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana 
             sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34A ayat (1), setelah 
             memenuhi persyaratan:
             1. berkelakuan baik;
             2. aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
             3. telah menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidana.
    (3) Asimilasi sewaktu-waktu dapat dicabut apabila Narapidana atau Anak 
         Didik Pemasyarakatan melanggar persyaratan Asimilasi sebagaimana 
         dimaksud pada ayat (2).
    (4) Pemberian dan pencabutan Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat 
         (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
 
5. Di antara Pasal 36 dan Pasal 37 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 36A 
    yang berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 36A
    (1) Asimilasi bagi Narapidana yang dipidana sebagaimana dimaksud dalam 
         Pasal 34A ayat (1) diberikan oleh Menteri setelah mendapat 
         pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
    (2) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan 
         sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan 
         kepentingan  keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan 
         masyarakat.
    (3) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan 
         sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib meminta rekomendasi dari 
         instansi terkait, yakni:
         a. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Nasional \
             Penanggulangan Terorisme, dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal 
             Narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, 
             kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia 
             yang berat, dan/atau kejahatan transnasional terorganisasi lainnya;
         b. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Narkotika Nasional, 
             dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal Narapidana dipidana karena 
             melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika, 
             psikotropika; dan
         c. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan/atau 
             Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal Narapidana dipidana 
             karena melakukan tindak pidana korupsi.
    (4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan 

         secara tertulis oleh instansi terkait dalam jangka waktu paling lama 12 
         (dua belas) hari kerja sejak diterimanya permintaan rekomendasi dari 
         Direktur  Jenderal Pemasyarakatan.
    (5) Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) instansi 
         terkait tidak menyampaikan rekomendasi secara tertulis, Direktur 
         Jenderal Pemasyarakatan menyampaikan pertimbangan Asimilasi 
         kepada Menteri.
    (6) Ketentuan mengenai tata cara pemberian pertimbangan Asimilasi 
         sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
 
6. Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 38A 
    yang berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 38A
   (1) Asimilasi untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak  
        pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34A ayat (1), diberikan 
        dalam bentuk kerja sosial pada lembaga sosial.
   (2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, 
        Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah:
        a. selesai mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh  
            LAPAS dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan
        b. menyatakan ikrar:
            1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara 
                tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau
            2) tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara 
                tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing.
  (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kerja sosial, jenis lembaga 
       sosial, dan tata cara pelaksanaan Asimilasi sebagaimana dimaksud pada 
       ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
7. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 39
    Dalam hal Asimilasi untuk Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan 
    dicabut karena melanggar ketentuan Asimilasi, maka:
    a. terhadap Narapidana dan Anak Pidana, untuk tahun pertama setelah 
        dilakukan pencabutan tidak dapat diberikan Remisi, Asimilasi, 
        Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Mengunjungi  
        Keluarga;
    b. dalam hal Narapidana dan Anak Pidana yang dicabut asimilasinya untuk  
        kedua kalinya, yang bersangkutan tidak diberikan hak Asimilasi, 
        Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Mengunjungi  
        Keluarga; 
    c.  terhadap Anak Negara dan Anak Sipil, untuk 6 (enam) bulan pertama 
        setelah dilakukan pencabutan asimilasinya tidak dapat mengikuti 
        kegiatan Asimilasi.
 
8. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 43
    (1) Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan kecuali Anak Sipil, 
         berhak mendapatkan Pembebasan Bersyarat.
    (2) Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan 
         dengan syarat:
         a. telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga) 
             dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling 
             sedikit 9 (sembilan) bulan;
         b. berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9 
             (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per 
             tiga) masa pidana;
         c. telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan 
             bersemangat; dan
         d. masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan 
             Narapidana.
    (3) Pembebasan Bersyarat bagi Anak Negara diberikan setelah menjalani 
         pembinaan paling sedikit 1 (satu) tahun.
    (4) Pemberian Pembebasan Bersyarat ditetapkan dengan Keputusan 
         Menteri.
    (5) Pembebasan Bersyarat dicabut jika Narapidana atau Anak Didik 
         Pemasyarakatan melanggar persyaratan Pembebasan Bersyarat 
         sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
    (6) Ketentuan mengenai pencabutan Pembebasan Bersyarat sebagaimana 
         dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Menteri.
 
9. Di antara Pasal 43 dan Pasal 44 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 43A 
    dan Pasal 43B yang berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 43A
   (1) Pemberian Pembebasan Bersyarat untuk Narapidana yang dipidana 
        karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor 
        narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara 
        dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan 
        transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan 
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) juga harus memenuhi 
        persyaratan:
        a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu 
            membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
        b. telah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidana, 
            dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling 
            sedikit 9 (sembilan) bulan;
        c. telah menjalani Asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa 
            masa pidana yang wajib dijalani; dan  
        d. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang 
            menyebabkan dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar:
            1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara 
                tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau 
            2) tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara 
                tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana 
                karena melakukan tindak pidana terorisme.
   (2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika 
        dan prekursor narkotika, psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat 
        (1) hanya berlaku terhadap Narapidana yang dipidana dengan pidana 
        penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
   (3) Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
        huruf a harus dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum 
        sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 43B
   (1) Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43A ayat 
        (1) diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari 
        Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
   (2) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan 
        sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan 
        kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan 
        masyarakat.
   (3) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan 
        sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib meminta rekomendasi dari 
        instansi terkait, yakni:
        a. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Nasional 
            Penanggulangan Terorisme, dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal 
            Narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, 
            kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia 
            yang berat, dan/atau kejahatan transnasional terorganisasi lainnya;
        b. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Narkotika Nasional, 
            dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal Narapidana dipidana karena 
            melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika, 
            psikotropika; dan
         c. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan/atau 
            Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal Narapidana dipidana 
            karena melakukan tindak pidana korupsi.
    (4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan 
         secara tertulis oleh instansi terkait dalam jangka waktu paling lama 12 
         (dua belas) hari kerja sejak diterimanya permintaan rekomendasi dari 
         Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
    (5) Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) instansi 
         terkait tidak menyampaikan rekomendasi secara tertulis, Direktur 
         Jenderal Pemasyarakatan menyampaikan pertimbangan Pembebasan 
         Bersyarat kepada Menteri.
    (6) Ketentuan mengenai tata cara pemberian Pembebasan Bersyarat 
         sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
 
10. Ketentuan Pasal 54A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 54A 
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 
                                                      Ditetapkan di Jakarta 
                                                      pada tanggal 12 November 2012
                                                      PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
                                                      ttd. 
                                                      DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO 
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 November 2012 
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, 
ttd. 
AMIR SYAMSUDIN 
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 225
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
 
ttd.
 
Wisnu Setiawan
 
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 99 TAHUN 2012
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA
PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
I. UMUM
Tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya merupakan kejahatan luar biasa, oleh karena itu perlu memperbaiki syarat dan tata cara pemberian Remisi, Asimilasi, dan Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana yang sedang menjalani hukuman karena melakukan tindak pidana tersebut.
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian Remisi, Asimilasi, dan Pembebasan Bersyarat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dipandang belum mencerminkan seutuhnya kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan yang dirasakan oleh masyarakat dewasa ini, sehingga perlu diubah.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak masih menjadi dasar hukum dalam Peraturan Pemerintah ini mengingat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak secara efektif mulai berlaku 2 (dua) tahun setelah diundangkan, yaitu 30 Juli 2014.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I 
Angka 1 Pasal 34 Cukup jelas. 
Angka 2 Pasal 34A Ayat (1) Cukup jelas. 
Ayat (2) Cukup jelas. 
Ayat (3) Yang dimaksud dengan “instansi penegak hukum” adalah instansi yang menangani kasus terkait, antara lain:
a. Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Kejaksaan Republik Indonesia;
d. Badan Narkotika Nasional.
Angka 3 Pasal 34B Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “menteri terkait” adalah menteri yang membidangi koordinasi urusan politik, hukum, dan keamanan. Yang dimaksud dengan “pimpinan lembaga terkait” antara lain Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. 
Ayat (3) Cukup jelas. 
Ayat (4) Cukup jelas. 
Pasal 34C Ayat (1) Cukup jelas. 
Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. 
Huruf b Cukup jelas. 
Huruf c Yang dimaksud dengan “menderita sakit berkepanjangan” dibuktikan dengan surat keterangan dokter. 
Ayat (3) Cukup jelas. 
Angka 4 Pasal 36 Cukup jelas. 
Angka 5 Pasal 36A Cukup jelas. 
Angka 6 Pasal 38A Cukup jelas.
Angka 7 Pasal 39 Cukup jelas. 
Angka 8 Pasal 43 Cukup jelas. 
Angka 9 Pasal 43A Ayat (1) Cukup jelas. 
Ayat (2) Cukup jelas. 
Ayat (3) Yang dimaksud dengan “instansi penegak hukum” adalah instansi yang menangani kasus terkait, antara lain:
a. Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Kejaksaan Republik Indonesia;
d. Badan Narkotika Nasional.
Pasal 43B Cukup jelas. 
Angka 10 Pasal 54A Cukup jelas. 
Pasal II Cukup jelas. 
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5359
 

Tidak ada komentar: